Salam

Terimakasih atas kesediaanya membaca tulisan-tulisan dalam blog ini. Semoga memberi manfaat. Keselamatan, kesejahteraan dan berkah Tuhan semoga senantiasa melingkupi kita semua. Mari menikmati hidup ini...

Jumat, 28 Oktober 2011

Ngajar Parikan (pantun jawa) Siswa Kelas 5

Pagi tadi mengajar bahasa jawa kelas 5. Materi tentang parikan. Seru.  Nih karya dari ana-anak kelas lima. Coba kalian nilai sendiri ya. Begini parikannya.


Ono nyamuk, mangan korek
Ojo ngamuk, engko cepet tuwek
(fahmi 5b)

Para setan dulinan dadu
Dadi arek sing rajin sinau
(dhira 5b)

Ono godhong ing omah
Dadi wong ojo serakah
(jessi 5b)

Tukang soto, udan-udan
Teruso, jaga kesehatan
(Oliv 5b)

Ono jin, sing mangan gedhang
Sing rajin, ben disayang
(syerly EW 5b)

Ono ojan bagi kentang
Ono Nathan lagi telanjang
(fahri 5b)

Abang-abang kembang mawar
Yen wani nantang, gawe sego kudu ditakar
(steven 5b)

Ono jemuran ing majakerta
Aja tiduran lek maca

Ana wong mlaku-mlaku
Rajinrajinlah maca buku
(tiara 5b)

Ono jin lagi ngajar
Rajin-rajinlah belajar
(tasya 5b)

Obong-obong iwak peyek
Dadi wong ojo ngenyek
(ivana 5b)

Ada durian ditepi kali
Ada soal uraian di kota bali
(natan 5b)

Ijo-ijo werno gedang
Ono sego lawuh kentang
(wisnu5b)

Ana telur dadi pitik
Ojok lali wijik
(florence 5a)

Lair ing balik papan, gede ing palu
Ojo nangisan, engko malu
(rafly 5b)

Ana tikus mangan es teler
Masio kurus tapi lak pinter
(jefer 5a)

Ana pitik nyebrang dalan
Wong apik disayang Pengeran
(sheryl 5a)

Mangan sayur mangat kupat
Mangano sayur supoyo sehat
(sya sya 5a)

Ana aditya, nduwe sawah
Tetep usaha, ojo nyerah!
(nanda 5a)

Ana iwak mangan es campur
Masio cilik mlayune banter
(rizal 5a)

Ana anggrek di pangan pitik
Masio elek, tapi atine lak apik
(axel 5a)

Aja nesu mangan sambel
Aja kesusu soale lagi nyabel
(j. aurellia 5a)

Aku duwe kanca jenenge langit
Jupuken cita-cita nang nduwur langit
(lea 5a)

Ana gajah gedhe, kekuwatane cilik
Awake gedhe, wateke cilik
(Fio 5a)

Aku minggat nang jakarta
Tetep semangat ojo putus asa
(jasmine 5a)

Kiki, lagi ngombe kelapa
Saiki, dina sumpah pemuda
(rania 5a)

Ana macan gedhe, macane mangan pitik
Masio gedhe tapi tetep cantik
(aditya 5a)

Ono wong ngamen, untune mrongos
Ojo sering mangan permen, engko untune tongos
(ody 5a)

Kembang anggrek, rumambat ing bethek
Nganti tuwek, ngelmu iku ora entek
(david 5a)

yu suminten rambute morat maret
cukup semanten parikane murid-murid
(pak obi)



Jumat, 21 Oktober 2011

Mengeja Samudera



ijinkan aku mengeja
ilmu-Mu yang terhampar menyamudra
namun sebelumnya
kenalkan aku dengan huruf-hurufnya

 
Ahmad Shobirin/21/10/11

Kamis, 20 Oktober 2011

Kerja


Membaca bukunya Parlindungan Marpaung “Setengah Isi Setengah Kosong” secara acak. Ada kata-kata yang nyantol kepada diriku, berkaitan dengan kerja.

Kata parlin dalam buku itu:

“Kerja yang memiliki value (nilai) tinggi adalah kerja dengan kesungguhan hati, usaha yang maksimal, calling (panggilan). Jadi bukan karena bujuk rayu”


Kita mungkin bosan dengan hidup gini gini saja. Kerja, tidur, kerja, tidur, kerja tidur. Kantor, kamar tidur, kamar kecil. Cuma itu-itu saja tempat kita. Jika kita merasa demikian hal itu mempunyai kemungkinan bahwa kita masih belum bisa mentransendenkan apa yang kita lakukan? Seseorang berkata bahwa, siapa yang bisa mentransendenkan segala sesuatu, maka ia mempunyai spiritualitas yang tinggi.  


Nilai hidup kita seringkali dipandang rendah karena semata-mata kerja kita adalah untuk uang dan kemauan-kemauan/pencapaian-pencapaian pribadi, apapun pekerjaan itu. Dan bekerja untuk diri sendiri, nampaknya tak akan memberikan kepuasan yang lebih. Harus ada keberbagian dengan orang lain. Orang lain mendapatkan manfaat dari diri kita.



Karena itu, “Jangan meniati hanya untuk menumpuk batu bata, tapi niatilah untuk membangun istana” bahkan lebih tinggi dari itu.

Bergairahlah dalam segala sesuatu! Dan nikmatilah! 

[]

Ahmad Shobirin/20/10/2011

Selasa, 18 Oktober 2011

Yang penting sholat


Kita selalu mencari formulasi hidup. Agar bisa tenang dan tentram. Kita itu kalau sedang “susah” baru ingat Tuhan. Kalau senang, Dia kita abaikan, “minggir dulu deh Han..”, ketelisut. tapi itulah baiknya Tuhan, Ia senang dikangeni, senang dirindui, maka kita diberikan rasa sempit itu, kemudian kalau sudah merasa sempit, pikiran dan hati kita digerakkan untuk ingat sama Dia. Dialah Al Qabidh, maha Menyempitkan.

Lalu kita menghadap kepadaNya. semua masalah akan hilang, kita tenang, ia melapangkan dada kita, Dialah al Basith, yang Maha Melapangkan.

Kita itu sering lupa, baiknya Allah lagi, Dia memberikan metode yang makjleb, yaitu sholat, 5 waktu dalam sehari. Agar mengingat-Nya. 

“Lha kalau saya sudah ingat, berarti ndak perlu sholat?!”. 

"Karepmu rek! lha wong saat sholat saja kita sering lupa sama Tuhan"

Aku ikut prinsipnya anak ibu kosku yang dulu saja, mas Aziz namanya, ia mengatakan “Sholat keterimo gak keterimo iku urusane Gusti Alloh, sing penting kene gak sampe ninggalno” sikap kepasrahan dan pengabdian yang kepada-Nya.

Urip iku sing penting nglakoni, kalau ndak mau dilakoni yo dilakeni.  

[]
>Ahmad Shobirin/18/10/11

Kamis, 13 Oktober 2011

Menikmati Kebahagiaan

Pagi ini dengan secangkir kopi susu dan roti coklat. Ada tumpukan soal UTS murid-muridku SMP yang masih belum aku koreksi. Ada dua buku yang ada di meja ruanganku. Getting Unstuck dan The Art of Happiness. Aku pilih membaca The Art of Happinessnya Khalil A. Khavari dulu, buku terbitan Serambi. Yang lain menyusul.

“Apabila Anda tidak benar-benar bahagia, sangat mungkin Anda tidak sedang melakukan sesuatu yang benar.” kalimat pembuka yang mantap. Membuat berpikir, apakah kita benar-benar bahagia? Jika tidak, ada baiknya kita rehat sejenak, berjalan-jalan, dan mengambil langkah langkah penyesuaian. Kebahagiaan itu kan hak asasi kita.

Kesana kemari, sekolah dari TK hingga Kuliah, kerja siang malam, menikah, mempunyai anak, bepergian, ngopi, makan, minum, dan lain sebagainya, sampai melakukan hil-hil yang mustahal sekalipun itu semua hanya untuk mendambakan kebahagiaan itu. Jika tidak mendapatkan hal itu, meski kita sudah jungkir walik maka berarti ada yang salah, dengan diri kita. Buat apa hidup kalo ndak bahagia?

Khavari membisiki kita dalam buku ini bahwa untuk meraih kebahagiaan itu, kita hanya butuh menemukan dan mengembangkan wilayah dalam diri kita yang sering kita abaikan, yakni spiritualitas. Jika kita mengoptimalkan kemampuan itu, niscaya kita dapat meraih kehidupan yang bahagia dan memuaskan.

Teladan Hidup Sang Nenek
Khavari membuka buku ini dengan kisah yang buagus. Beliau bercerita mengenai seorang seorang yatim piatu yang di asuh oleh neneknya. Sang nenek selalu memberikan pekerjaan kepadanya, menyapu, mengusir ayam, menggembala kambing. Si cucu merasa lelah sekali. Namun sang nenek masih memberinya pekerjaan lagi.


Sang nenek pun demikian, beliau tak pernah istirahat. Beliau selalu mengerjakan sesuatu, sebab ada bertumpuk-tumpuk pekerjaan yang mesti diselesaikan. Sang nenek akan menyuruh cucunya itu mengantar seteko susu ke rumah di ujung jalan, membawakan sekantong gandum ke rumah nomor dua sebelah kiri dari kebun apel dan lain sebagainya. Si cucu selalu membantunya, meskipun ia merasa sangat capek. Karena itulah Ia selalu merindukan saat malam, saat di mana ia bisa beristirahat. Dan seandainya saat ia tidur dibunyikan meriam disebelahnya ia tidak akan bangun karena saking capeknya.

Secara perlahan usaha sosial sang nenek berkembang. Semakin banyak orang yang mendapatkan barang-barang ala kadarnya yang mereka butuhkan dari sang nenek. Sebaliknya, jika orang-orang punya sesuatu, mereka akan memberikan pada nenek itu.

Sang nenek mengajarkan banyak hal bukan dengan kata-kata namun dengan perbuatan dan bagaimana ia menjalani kehidupan. Ia mengajarkan si cucu membaca, memberi petuah-petuahnya yang arif saat malam menjelang si cucu tidur. Seringkali juga sang nenek meberikan jatah makan malamnya kepada orang yang membutuhkan, sehingga ia dan si cucu hanya makan air daging sebagai pengganjal perutnya sampai pagi.

Suatu saat si cucu bertanya kepada neneknya, “Mengapa nenek selalu merasa bahagia? Nenek bekerja sedemikian keras, tapi tak mempunyai apa-apa?”. Kemudian sang nenek menjawab dengan jawaban yang tak pernah dilupakan oleh si cucu. “Kebahagian terasa tak hanya ketika mendapatkan apa yang kamu inginkan, tetapi juga menginginkan apa yang telah kamu dapatkan. Aku puas dengan apa yang aku dapatkan. Cinta Tuhan dalam hatiku, kamu, dan desa yang penduduknya memungkinkanku hidup seperti yang kudambakan ini”.

Si cucu bilang bahwa ia nyaris tak pernah melihat sang nenek tidur. Sang nenek tidur di tempat si cucu tidur, lama setelah si cucu tertidur. Manakala si cucu bangun sang nenek sudah bangun dengan nyanyian dan doa-doanya yang menentramkan. Si cucu bertanya, “Apakah nenek tak pernah tidur?, sang nenek tersenyum, lantas berkata, “Ada teramat banyak pekerjaan yang harus dirampungkan sementara waktu kita sedikit sekali. Tak baik bila kita menghabiskan sepertiga waktu kita untuk tidur. Aku tidur sebatas untuk menyegarkan badan agar dapat bekerja sebagaimana yang kuinginkan.”

Suatu pagi sang nenek belum bangun, beliau masih tidur dengan senyum yang manis. Sepertinya sedang mimpi indah. sementara si cucu sudah bangun. Si cucu berjalan berjingkat pelan agar tak mengganggu sang nenek. Ia mengerjakan tugas sehari-harinya. Satu jam berlalu, sang nenek belum muncul. Si cucu mengintip ke dalam rumah. Sang nenek tak bergerak sama sekali, namun senyumnya masih megembang, beliau telah meninggal.

Sang cucu berurai air mata, begitu juga orang-orang, mereka semua kehilangan orang yang baik. Sang cucu ingat perkataan sang nenek “Kamu tentu berharap orang-orang merayakan kelahiranmu dan menagisi kematianmu”.

Hidup terus bergulir, Sang cucu meneruskan usaha sosial sang nenek seorang diri sebentar sebelum ia menikah. Ia dipertemukan dengan seorang istri yang juga suka melayani orang-orang yang membutuhkan seperti sang nenek. Mereka berdua bekerja dengan tujuan untuk membantu orang-orang lain mempertahankan hidupnya. ia meneladani sang nenek. Baginya, sang nenek telah menemukan rahasia kebahagiaan sejati. Sang nenek percaya bahwa kebahagiaan adalah hidup di dunia ini, bukan menjadi duna ini. baginya, kebahagiaan sesungguhnya terletak dalam realitas spiritual kita, dalam hidup yang melayani, dalam kerja yang membawa kebaikan. Mereka berdua meneladani betul kehidupan sang nenek, dan karenanya mereka mendapatkan kebahagiaan saban hari.

Begitulah sedikit kisah yang saya cercap dari buku ini bersama sruputan kopi susu pagi ini. Sebuah kisah hidup yang membuat terkesan. Buku ini mengajak kita agar senantiasa mampu untuk menciptakan kebahagiaan dalam setiap keadaan. Saya berdoa semoga kita semua diliputi kebahagiaan, kesejahteraan dan berkah Tuhan dalam hidup ini.
***

Sekarang koreksi soal UTS anak-anak dulu, semoga nilai-nilainya bagus-bagus, anak-anak bahagia, gurunya bahagia, walimurid bahagia, kepala sekolah bahagia, semua bahagia. Hehe. Menjadi guru yang baik, yang selalu melayani dan membantu siswa-siswinya yang haus akan ilmu dan untuk mendapatkan telaga hikmah..

Salam bahagia.
[]
Ahmad Shobirin Obiyoso