Salam

Terimakasih atas kesediaanya membaca tulisan-tulisan dalam blog ini. Semoga memberi manfaat. Keselamatan, kesejahteraan dan berkah Tuhan semoga senantiasa melingkupi kita semua. Mari menikmati hidup ini...

Kamis, 20 Desember 2012

Sama Saja

---
 
kau natal
aku idul fitri

kau nakal
aku tak tahu diri

kau Yesus
aku Muhammad

kau tak terurus
aku tak terawat

sama saja

---

(ahmadshobirin/14des09)


Jumat, 14 Desember 2012

Menidurkan Si Bayi


Sebagai seorang lelaki, Anda pasti bangga jika bisa menidurkan anak Anda yang masih bayi. Petang ini, saya dapat 2 jempol dari istri saya karena saya bisa membuat si bayi nyaman untuk tidur dalam buaian saya.

--

Pulang kerja tadi, Najuba (nama putri saya) sedang tidur di buaian istri saya. Nampaknya ia habis netek. Namun tak lama, kemudia ia bangun. Saya dimintanya untuk mengembannya. Namun, badan masih terasa capek. Biasa, itu alasan umum laki-laki yang sehabis kerja.

Istri belum masak sore. Dan juga belum belanja lauk pauk. Tugas pun dibagi, saya pergi mencari lauk (ikan mujair) di pasar dekat rel, sedangkan istri sambil menggendong si kecil beli pauk (sayur) warung pracangan dekat rumah.

Setelah semuanya terbeli, maka tugas saya selanjutnya adalah nungguin si kecil. Karena, bundanya mau memasak. Mulanya ia diam saja saat diletakkan di kasur oleh bundanya. Saya kudang dan saya ajak bicara, ia merespon, seakan-akan ikut mengerti apa yang saya bicarakan, senang sekali kalau demikian. Lama-lama, habis juga bahan diskusi dengan si bayi, saya tinggal nonton berita mengenai si Ruhut Sitompul yang di Pecat dari pengurusan partainya.

Tidak lama setelah saya tinggal nonton berita tersebut, ia menangis. Mungkin karena sedang ngantuk. Maka,saya angkat dan saya timang. Tetapi masih saja rewel, mungkin sedang cari tetek. Padahal, bundanya sedang olah-olah. Kalau nanti aku serahin ke bundanya, wah, bisa jadi ndak makan. Karena polemik tersebutlah, saya teruskan menimangnya.

Saya timang berkeliling di dalam rumah. Saya iringi dengan  suara desisan untuk mendiamkan. Ia mengamati benda-benda yang ada disekitarnya. Setengah jam berlalu. Ou ternyata saya termasuk ayah yang penuh dengan kelembutan dan kehangatan, terbukti ia mulai kriyep-kriyep. Ia melemas dan tertidur. Yes. Saya letakkan pelan di kasurnya. Ia tetap tidur. Kesempatan ini, saya gunakan untuk sholat maghrib. Seusai sholat, ia terbangun lagi. Yah, nimang lagi. Setelah saya timang sekitar setengah jam, yes! tidur lagi. Saya letakkan, eh sepuluh menit kemudian bangun lagi. Saya timang lagi, saya ajak berkeliling. Lama-lama kemeng juga. Saya bilang ke istri bahwa mulai tangan saya kemeng. Ia malah senyum senang, sambil meneruskan menggoreng ikan mujair. Senyumnya itu seperti mengatakan, “yah, begitu saja  udah capek, belum seberapa itu.” Biar ndak malu, saya teruskan menimangnya.

Saya menyadari, tidak ada yang menyamai kekuatan perempuan. Kekuatannya, karena kelembutannya. Dan kelembutan adalah kekuatan yang bertahan lama. Kalau laki-laki, kekuatannya adalah dalam kekakuannya, dan kekakuannya adalah kekuatan yang berdurasi cepat. Hehe.

Anak kami tidur, dan kami menikmati makan malam bersama.

Enjoy, your life…

[]

Ahmad Shobirin Obiyoso/14/Des/2012

Minggu, 25 November 2012

Abah yang Istiqamah


Aku memanggil Kakekku dengan sebutan Abah. Beliau seorang yang istiqamah dalam beribadah. Hampir beliau tak pernah melewatkan sholat berjamaah. Selalu tepat waktu. Dan ikhlas. Aku ingin seperti itu. Apa yang beliau ketahui maka itu yang akan diamalkannya. Aku banyak tahu, namun sedikit amal, sedikit yang dilakukan. Istiqamah meskipun dengan amal yang sedikit lebih baik dari pada amal yang banyak namun tidak istiqamah.     

Beliau tidak punya kesaktian. Tidak punya keahlian lebih, satu-satunya kelebihan yang belaiu yaitu keistiqamahannya dalam beribadah. Tak begitu memikirkan dunia. Menurut cerita, beliau sedari muda sukanya mengaji. Anak-anaknya banyak yang jadi guru, penebar ilmu, banyak membantu orang.

Usianya panjang. Tubuhnya tidak gemuk. Ringan nampaknya. Kuda yang ringan maka dia akan lebih cepat larinya. Tubuh yang tak gemuk, ringan ibadahnya. Mungkin karena itu juga manusia disarankankan berpuasa. Agar ringan badannya. Mungkin begitu.

Dari situ aku menyimpulakan bahwa yang terpenting dari segala macam ilmu tentang kebaikan, adalah bagaimana ia bisa mengamalkannya. 

Jumat, 23 November 2012

Sela Hujan



Hujan, lebih pelanlah sebentar
Agar, aku bisa menghitung titik titik beningmu


Namun, meski demikian, tetap saja aku tak bisa

Hujan, maukah mendekat, dan cobalah dengar
Agar kau tahu, suara rintikmu, aku pinjam dulu


Untuk hati, yang sedari tadi, hening saja

Hujan, jangan berhenti dulu, untuk menebar
Karena, disela-selamu, ku ingin berada di situ


Agar, sejuk tebaran telaga surga itu, bisa kurasa  

|Ahmad Shobirin/23/11/2012 

Kamis, 26 Juli 2012

Tidak Akan Jadi Lebih Buruk Lagi




Suatu hari ada seorang ibu yang ingin bertemu dengan guru Zen Shinyuan. Kepada sang guru ibu tersebut berkeluh kesah tentang prestasi putranya yang mengecewakan. Setelah mendengar keluh kesah sang ibu guru zen hanya berkata, “Seharusnya bukan Ibu yang khawatir, melainkan anak Ibu.”

“Bagaimana tidak khawatir, Guru. Anak saya berada di rangking 40 di antara 40 orang di kelas,” kata sang ibu gelisah.

“Kalau saya Anda, saya akan sangat bergembira!”

“Bagaimana mungkin, Guru?" Tanya sang ibu penasaran.

“Karena mulai hari ini prestasi anakmu tidak mungkin lebih buruk. Nantinya prestasi anakmu itu tidak mungkin turun ke posisi 41” tegas sang guru.

Sang ibu terlihat sedikit lega setelah mendengar penegasan sang Guru Zen. Senyumnya mulai mengembang. Guru Zen melanjutkan “jadi, seperti mendaki sebuah gunung. Anak ibu sekarang berada di jurang, dan hanya ada satu alternatif tujuan, yaitu naik lagi menuju puncak. Kalau saja ibu bersedia berhenti mengeluh, lalu terus memberikan motivasi dan pengerahan, saya pastikan anak ibu mampu memperbaiki prestasinya.”

Tak berselang lama setelah kejadian tu, sang ibu kembali datang mengunjungi Guru Zen. Kali ini tidak ingin berkeluh kesah tentang prestasi anaknya yang buruk. Sebaliknya ia lebih bersemangat bercerita karena bangga pada prestasi anaknya yang kian menonjol di kelas.

[]

Tak satupun dari kita yang bisa mengubah masa lalu, tetapi kita semua bisa mengubah masa depan. kisah tersebut menjadi refleksi bagi saya, yang juga seorang guru, orang tua bagi siswa-siswinya.

[]

Ahmad Shobirin/26/7/2012

*Kisah ini saya ambil dari buku“Unleash Inner Power with Zen”
yang disusun oleh Ponijan Liaw & Andrew Ho.

Jumat, 08 Juni 2012

Laku Para Durjana


Membaca buku "Panembahan Senapati" saya mendapati ajaran-ajaran yang penting.


Diceritakan bahwa Panembahan Senapati belajar pada seorang guru, yakni Pangeran Karanggayam. Panembahan Senopati belajar kepada beliau tentang ilmu sosial kontemporer, ilmu tata Negara, ilmu ekonomi, ilmu pertahanan dan keamanan, ilmu kebudayaan, ilmu humaniora, ilmu diplomasi, ilmu agama dan belajar kitab jawa kuna. 

Dalam mengolah negara, Pangeran Karanggayam berpetuah untuk mengetahui tingkah laku manusia. Sang guru mengatakan bahwa terdapat tiga jenis tingkah laku manusia, yang harus diketahui. Yang pertama adalah cerdik pandai, yang kedua adalah para saudagar, dan yang ketiga adalah para durjana yang mempunyai tiga tipe yaitu nista, madya, dan utama.

Para durjana dikatakan jahat karena ia telah berbuat kejahatan. Ada yang dikatakan durjana yang utama, ialah yang berani menampakkan diri. Namun, mereka mampu menyamar seperti orang baik-baik dan mempunyai keunggulan dibanding dengan orang lain. Ia belajar dan sering melatih diri untuk memusatkan pada tujuan, agar apa yang diinginkan dapat tercapai. Meski ia berbuat jahat, ia dapat pula berbicara tentang kebaikan.

Laku yang kedua yaitu laku madya, ia diam saja dan menunggu kelengahan orang, baru ia melaksanakan kejahatannya. Sedangkan laku yang nista, mereka nekat dan tak tahu malu seperti mencopet, mengutil, merebut, merampok. Mereka kebal dipukul karena sudah terbiasa dan mereka tak khawatir. Karena sudah tak berperasaan memburu harta sekehendak hatinya.
--
kita-kita ini, kalau durjana yang nista sepertinya, tidak ada potongan, karena tertancap duri saja meringis, apalagi kebal pukul, yang mungkin, yakni menjadi durjana madya atau durjana utama. Ah, tapi semoga saja tidak demikian. Kita semua ingin menjadi cerdik pandai atau para saudagar.

Ahmad Shobirin/08Mei2012

Bahagia Dengan Ilmu dan Iman



--
Ilmu memberi kekuatan yang menerangi  jalan, sedangkan iman menumbuhkan harapan dan dorongan bagi jiwa.
--
Ilmu menciptakan alat-alat produksi dan akselerasi, sedangkan iman menetapkan haluan yang dituju serta memelihara kehendak suci.
--
Ilmu adalah revolusi eksternal, sedang iman adalah revolusi internal.
--
Ilmu memelihara manusia dari penyakit-penyakit jasmani dan petaka duniawi, sedang iman memeliharanya dari kompleksitas kejiwaan serta petaka ukhrowi.
--
Ilmu menyesuaikan manusia dengan diri dan lingkungannya, sedang iman menyesuaikan dengan jatidirinya.
--
Ilmu bagai air telaga yang tenang, tetapi tidak jarang mengeruhkan pemiliknya. Sedang iman bagaikan air bah dengan gemuruh suaranya tetapi selalu menenangkan jiwa pemiliknya.
--
Ilmu mudah diubah oleh pemiliknya, sedang iman sulit diubah.
--
Ilmu dan iman keduanya merupakan kekuatan; kekuatan ilmu terpisah sedang kekuatan iman menyatu.
--
Ilmu dan iman keduanya adalah hiasan; ilmu adalah keindahan akal, sedang iman adalah hiasan  jiwa; ilmu hiasan pikiran dan iman hiasan perasaan.
--
Ilmu dan iman keduanya menghasilkan ketenangan: ketenangan lahir oleh ilmu dan ketenangan batin oleh iman.
--
Ilmu tanpa iman bagaikan lentera di tangan bayi, dan iman tanpa ilmu bagaikan kompas di tangan pencuri.
--

Semoga kita mendapati keduanya. Bukan satu.

/Ahmad Shobirin/8Mei2012


Selasa, 05 Juni 2012

Manusia Memang Aneh




Membaca tulisan Paulo Coelho pada halaman 246 di bukunya “Seperti Sungai Yang Mengalir”. Saya tertawa. Menertawai manusia. Manusia yang mempunyai sifat-sifat yang aneh. Karena saya sejenis manusia, maka saya menertawai diri sendiri. Diri sendiri yang mempunyai sifat-sifat aneh.

Tulisan yang singkat. Hanya dua paragraf. Begini tulisnya:

Seorang laki-laki bertanya kepada teman saya, Jaime Cohen, “Apa sifat aneh pada manusia?”
Cohen berkata, “Sifat-sifat kita yang serba bertolak belakang. Waktu masih kecil, kita ingin cepat-cepat dewasa, lalu setelah dewasa kita merindukan masa kecil yang telah hilang. Kita mencari uang sampai kita sakit-sakitan, lalu uang itu kita habiskan untuk berobat supaya sembuh. Kita begitu cemas memikirkan masa depan, sampai-sampai kita mengabaikan masa kini, sehingga kita tidak benar-benar hidup di masa kini maupun di masa depan. Kita hidup seolah-olah kematian tidak berkuasa atas diri kita, dan kita mati seolah-olah kita tidak pernah menjalani hidup.”

Hmh..
--
Ahmad Shobirin/5/Juni/2012

Terasa Lain


antarafoto-13388139


Angin malam ini terasa lain
Apakah karena mengabarkan gerhana purnama yang telah berlalu
Dari speaker notebook kudengar Caspian wind sufi music ansamble bermain
Bergerak gerak bersama angin menggelombang syahdu

Terang purnama kali ini  juga terasa lain
Ah terang saja begitu
Bukankah malam ini ia sedang kau pandang?
Lembut tatapmu itu melekat ditanahnya
Lalu dipantulkannya ke dalam bilik jendela kamarku

Tentu, lembutnya jelas kurasa
Karena angin juga turut membawanya

Dan aku tahu
Ternyata karena itulah angin malam ini terasa lain

--
Ahmad Shobirin/4/Juni/2012

Senin, 28 Mei 2012

Onthel Pengagum Bung Karno






Bersama istri minggu pagi aku ke taman Bungkul. Ada acara car free day pada tiap minggu. Banyak orang beraktifitas, ada yang bersepeda, senam bersama, jualan, jalan-jalan biasa, main-main dan lain sebagainya.Setelah lelah lar-lari kecil dan senam bersama. aku melihat-lihat sepeda yang diparkir rapi.

Aku sempat berfoto dengan beberapa sepeda onthel. Ada satu onthel yang menarik pendanganku. Aku duduk berfoto disebelanya. Saat aku beranjak. Yang punya datang. Ia memakai pakaian pejuang. Aku dipanggil. Kemudian ditunjukkan foto Bung Karno dengan Fatmawati.

“Lihat ini. foto Bung Karno dan Fatmawati. Hanya saya yang punya”.

Foto itu dibentuk love dan dilaminating. Ditempelkan pada background merah putih. Dibawahnya tertulis. “GELOMBANG CINTA LAUT SAMUDRA, SAYA SEBRANGI SAYA TAK INGIN TERPISAH”.

Beliau pengagum Bung Karno. Namanya Pak Sadji. Disepada onthelnya ia pasangi poster Bung Karno yang sedang menghormat. Ia bilang kalau foto ini kena angin ia seperti hidup. Ada juga beberapa benda-benda unik yang ia cantolkan di sepedanya sebagai ornamen.

Kemudian ia bercerita banyak mengenai Bung Karno. Mengenai kekagumannya. Ada beberapa cerita yang belum aku pernah dengar. Aku sangat tertarik mendengarkan.

“Bung Karno dinaikhajikan oleh rakyat Indonesia. Beliau ndak mau pakai uang negara. Ia memilih untuk meminta membuat umplung (kotak amal) ditaruh dimasjid-masjid untuk biaya naik hanjinya Bung Karno.

Ketika di mekkah Dia ingin bertemu raja Fadh namun sepertinya tidak mungkin. Tapi beliau punya cara. Tiba-tiba saja beliau sudah ada di istana raja Saudi itu. Ia mengatakan bahwa para pengawal Bung Karno dari Indonesia seperti “terlihat” seperti para pengawal kerajaan Saudi. Ketika telah bertemu dengan raja Fadh beliau usul kepada raja saudi untuk menghijaukan padang pasir. raja fadh bilang itu tidak mungkin. Karena di sini padang pasir. Bung Karno berkata mungkin. Manusia punya pikiran, Tuhan menetukan. Besi bisa terbang. Padang pasir bisa hijau. Maka sang raja setuju. Dikirimlah dari indonesia berton-ton lumpur dari indonesia diangkut dengan kapal-kapal dan ditanamilah dengan pohon nimba. Yang disana disebut sebagai pohon Soekarno. Itu hebatnya Bung Karno.


Ketika fatmawati melahirkan Megawati, Bung Karno dari jakarta ke yogyakarta ditempuhnya dengan naik sepeda ontel. Selama 6 jam. Meskipun naik onthel. Bung Karno punya ilmu sapu angin.

Kamu tau foto Bung Karno yang sedang memakai kaca mata hitam? Yang sambil menunjuk. Apa yang dia kata? BUDAK! Itu yang Bung Karno katakan. Imperialisme dan kolonialisme hanya akan menjadikan kamu miskin. Tapi KAPITALISME, menjadikan kamu BUDAK!” Begitu ujar beliau dengan suara rendah namun kuat semangatnya.

Orang-orang tua itu sangat mengenal Soekarno, segenap jiwanya. Orang muda hanya sekedar mengenalnya. Tanpa menjiwainya.

Merdeka!!!

Menyimak petuah

[]
Ahmad Shobirin/28 Mei 2012

Sabtu, 05 Mei 2012

Tetap Melaju


Dalam perjalanan pulang dari Jakarta ke Surabaya, aku naik kereta api Sembrani. Berangkat dari stasiun gambir pukul setengah delapan. Sayang saat itu malam,. Tak bisa melihat pemandangan kiri kanan jendela. Gelap, yang nampak jelas hanya bayangan ruang duduk dari kaca jendela itu.  Namun hal itu juga membuat tenang, mata dan tubuh  beristirahat. Ia melaju, bersama waktu. Kereta itu membawa menembus malam, mengantarkan ke Surabaya.

Hidup akan tetap berjalan, meski kelam. Itu fase hidup. Pada saatnya nanti kita akan menemui pagi, dan tersuguh pemandangan yang menyejukkan. 

[]

Ahmad Shobirin/05/05/2012

Jumat, 04 Mei 2012

Naik, Manjer dan Turun



Ada perasaan was-was, namun mencoba untuk biasa. Ini bisa dilewati. Baru naik pesawat ya gini ini. Ternyata saat naik itu yang sedikit nggegirisi. Begitu pula turunnya.

Saat mulai naik dan turun maka pemandangan terlihat indah, namun ketika di atas, sudah tak bisa lagi melihat dengan jelas apa yang ada di bawah. Hanya awan. Ia malah menghalangi. Namun disitulah zona nyaman, kita manjer—istilah untuk tidak menarik dan mengulur layang-layang—di sana. Ada ketenangan selama tak menabrak awan. Namun tak lama, akan tetap turun.

Dalam hidup nampaknya demikian, ketika kita mulai beranjak naik, ada kebanggaan garismiring kesombongan yang tipis ketika melihat orang-orang yang berada di bawah kita. Kita tersenyum dengan pencapaian yang semakin menaik, meski ada perasaan was-was. Dan ketika mencapai atas, semua yang ada di bawah tak lagi terlihat jelas. Saking kecilnya. Terhalang awan. Saat di atas Kalau bisa jangan sampai terkena awan, meskipun tipis, karena akan menganggu keseimbangan. Sudah menjadi hukum alam—hukum gravitasi—maka, ada saatnya kita turun, kemudian muncullah perasaan khawatir. Namun disaat itulah kita bisa kembali melihat apa-apa dulu yang pernah kita tinggalkan saat di atas. Yang dulu tak terlihat, kini nampak, kita menujunya, dan menjadi bagiannya. 

[]

Ahmad Shobirin/04/05/2012

Kamis, 03 Mei 2012

Nikmatnya Orang Punya Anak


Ketika ngopi tadi, aku berbincang dengan seorang bapak. Usianya 51 tahun. Yang sekarang bekerja dalam bidang biro jasa travel. Beliau sedang mengantar seseorang diklat di BRI surabaya. Beliau bercerita banyak mengenai keluarganya.

Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Semuanya lelaki. Dari kelima saudaranya hanya ia yang tidak seorang pegawai negeri. Ia merasa tidak tertarik. Ia lebih tertarik dalam dunia bisnis. Sedari muda ia berbisnis. Kata beliau, “Banyak mencoba pengalaman itu akan meminimalisasi untuk ditipu orang lain. kenapa? karena sudah tahu ilmunya”.

Ia juga bercerita mengenai anaknya. Anaknya tiga, 2 kuliah, satu masih kelas 1 SD. Perempuan, laki-laki, perempuan.

Ia bercerita kepada anak harus tega, tidak dimanja. Anak perempuan biasanya sering curhat dengan ayahnya. Sedangkan anak lelaki sering curhat dengan ibunya. Istrinya orang manado, sedangkan beliau orang madura.

Beliau berkata “Nanti sampeyan akan merasakan sendiri nikmatnya orang punya anak”

Alhamdulillah, saat ini istriku hamil 4 bulan. Pangkatku akan naik, bukan hanya menjadi suami tapi seorang ayah.

Kita semua sedang menjalani rencana Tuhan. Kita tinggal menyesuaikan saja rencana kita dengan rencana Tuhan. Karena rencana Tuhan sangat efektif.

Rabu, 02 Mei 2012

Buku Apapun


Dalam perjalanan dari Jakarta ke Surabaya, seorang teman guru bercerita tentang kelucuan dan keluguan murid-muridnya. Ia bercerita ada seorang murid yang jarang membawa buku pelajaran. Suatu saat ketika pelajaran sains yang harus mencatat, anak tersebut tak membawa buku sains. Maka guru itu memintanya untuk menulis dibuku yang lainnya.


“Tulis dibuku apa bu?” tanya si anak.
“Terserah, di buku apapun, yang penting kamu nulis ya, kamu harus punya catatan, kalau kamu ndak membawa buku pelajaran, tulis di buku apapun!” begitu pinta guru itu.


Beberapa hari kemudian, ada anak lain yang tak membawa buku, entah sengaja atau tidak. Dan ia tak menunggu diminta oleh guru menulisnya di buku apapun. Mungkin ia sudah mendengar saat temannya diberitahu si guru kalau tidak membawa buku, harus tetap menulisnya, di buku apapun itu.  


“Bu, aku ndak mbawa buku pelajaran, aku tulis di buku apapun ya..” ujar si anak sambil mengeluarkan buku itu dari dalam tas.


“Ya sudah..” sambil tak begitu memperhatikan si anak.  


Tibalah saatnya buku tersebut dikumpulkan untuk dinilai oleh sang guru. Di sampul depan buku tersebut tertulis label.


Nama                : Titi
Kelas                : 2 (dua)
Mata pelajaran  : Apapun


Dieng! Melihat hal itu si guru tertawa heran memegang kepalanya melihat keluguan dan kelucuannya. 


[]


Kita sering salah dalam dimengerti, hal itu bisa membuat suatu kelucuan atau juga kejengkelan. Atau juga dalam hidup, kita sering lupa atau terpaksa melakukan sesutu yang tak semestinya. Namun lama-kelamaan yang tak semestinya itu  bisa jadi malah kita berikan fasilitas. 


[]


2/Mei/2012/Ahmad Shobirin

Senin, 05 Maret 2012

Kisah dari Pembina Upacara Bendera

Senin pagi yang sejuk dan hangat selalu kunikmati di lapangan. Merasakan udara pagi yang hangat, aroma rumput yang terbawa angin, dan cericit bunyi burung-burung yang bergairah menyambut hari.

Anak-anak berbaris rapi, dengan gurauan khas anak anak yang suka jahil dan ribut sendiri. Para guru dan karyawanpun demikian. Mereka berkumpul dalam satu waktu. Untuk melaksanakan upacara bendera.

Ya. Upacara bendera. Salah satu seremoni yang bertujuan mulia untuk cinta kepada tanah air. Mengenang jasa para pahlawan. Menghormat pada sang merah putih. Melafalkan bersama pancasila, untuk kita hayati nilai nilai luhurnya. Mendengarkan pembukaan undang-undang dasar 1945, untuk merealisasikan cita-cita kemerdekaan. Mendengarkan amanat pembina upacara. Menyanyikan lagu cinta tanah air. Memanjatkan doa bersama kepada Tuhan yang pencipta segalanya.
Senin minggu lalu aku menjadi pembina upacara. Suatu kesempatan yang jarang didapatkan. Bisa berbicara di bawah naungan sang bendera merah putih yang berkibar-kibar bersemangat. Memberikan amanat-amanat luhur kepada para peserta upacara.

Aku ingat, setahun kemarin, aku juga bertindak sebagai pembina upacara. lucunya, karena pikiran sedang sibuk memikirkan apa yang akan aku sampaikan, sampai-sampai aku ndak konsentrasi saat dipanggil oleh pembawa acara.

“Pembina upacara memasuki lapangan upacara”. Begitu ujar sang pembawa acara. aku masih berdiri terdiam di pinggir lapangan. ndak sadar kalau saat itu aku harus melangkahkan kaki masuk kedalan lapangan upacara. Para murid memandangku, para guru juga. Dheng! Beberapa detik kemudian aku tersadar bahwa itu giliranku dan melangkah maju. Mereka heran. Dikiranya aku sengaja. Ah, betapa malunya aku.

Senin kemarin hal itu tidak aku ulangi. Aku menyiapkannya. Aku mencari cara agar nasehat yang aku sampaikan tidak terbuang begitu saja. Aku membungkusnya dalam bentuk kisah atau cerita. Aku meyakini jika nasehat baik diberikan begitu saja, kita akan mudah mengabaikannya bahkan melupakannya.

“Amanat Pembina Upacara, Barisan diistirahatkan”

Aku memulainya.

“Assalamualaikum waroh matullohi wabara katuh….

Yang terhormat…. (ammaba’du)

Pada hari ini, bapak mendapat kesempatan untuk menyampaikan amanat kepada kalian semua. Semoga amanat yang bapak sampaikan mempunyai hikmah yang bisa kita ambil pelajaran.

Pada kesempatan ini, Bapak akan membawakan sebuah kisah, tentang seorang anak yang tidak menyerah, punya kemandirian yang kuat.

Kisah ini kisah nyata dari Tiongkok. Cerita tentang seorang anak yang bernama Zang Da, siapa namanya?”

“Zang Da……” anak-anak kompak menjawab.

“anak-anak…", kujeda sejenak untuk mendapatkan perhatian peserta upacara.

Zang Da ini harus mangalami hidup yang tragis, tidak seberuntung kita. Zhang Da harus menanggung beban hidup yang berat ketika usianya masih sangat belia. Tahun 2001, ketika usianya menjelang 10 tahun, Zhang Da harus menerima kenyataan ibunya lari dari rumah. lho kenapa ibunya kabur dari rumah? Sang ibu kabur karena tak tahan dengan kemiskinan yang mendera keluarganya. Yang lebih tragis, si ibu pergi karena merasa tak sanggup lagi mengurus suaminya yang lumpuh, tak berdaya, dan tanpa harta. Dan ia tak mau menafkahi keluarganya.

Maka Zhang Da yang tinggal berdua dengan ayahnya yang lumpuh, harus mengambil-alih semua pekerjaan keluarga. Ia harus mengurus ayahnya, mencari nafkah, mencari makanan, memasaknya, memandikan sang ayah, mencuci pakaian, mengobatinya, dan sebagainya.

Tidak seperti kita, yang jika ingin apa-apa mudah kita mendapatkannya, kalau ingin roti kita tinggal bilang sama pembantu atau bibi kita ‘Bi…. Minta roti…’ datanglah roti. ‘Bi…. Minta susu..’ datanglah susu. ‘Bi…. Minta sapi’ datanglah sapi.”

“Hahaha…” anak-anak tertawa.

“Nah, Yang patut dihargai, Zang Da tak mau putus sekolah. Setelah mengurus ayahnya, ia pergi ke sekolah berjalan kaki melewati hutan kecil dengan mengikuti jalan menuju tempatnya mencari ilmu. Selama dalam perjalanan, ia memakan apa saja yang bisa mengenyangkan perutnya, mulai dari memakan rumput, dedaunan, dan jamur-jamur untuk berhemat. Tak semua bisa jadi bahan makanannya, ia menyeleksinya berdasarkan pengalaman. Ketika satu tumbuhan merasa tak cocok dengan lidahnya, ia tinggalkan dan beralih ke tanaman berikut. Sangat beruntung karena ia tak memakan dedaunan atau jamur yang beracun.

Usai sekolah, agar dirinya bisa membeli makanan dan obat untuk sang ayah, Zhang Da bekerja sebagai tukang batu. Ia membawa keranjang di punggung dan pergi menjadi pemecah batu. Upahnya ia gunakan untuk membeli aneka kebutuhan seperti obat-obatan untuk ayahnya, bahan makanan untuk berdua, dan sejumlah buku untuk ia pejalari.

Zhang Da ternyata cerdas. Ia tahu ayahnya tak hanya membutuhkan obat yang harus diminum, tetapi diperlukan obat yang harus disuntikkan.Karena tak mampu membawa sang ayah ke dokter atau ke klinik terdekat, Zhang Da justru mempelajari bagaimana cara menyuntik. Ia beli bukunya untuk ia pelajari caranya. Setelah bisa ia membeli jarum suntik dan obatnya lalu menyuntikkannya secara rutin pada sang ayah.

Kegiatan merawat ayahnya terus dijalaninya hingga sampai lima tahun. Rupanya kegigihan Zhang Da yang tinggal di Nanjing, Provinsi Zhejiang, menarik pemerintahan setempat. Pada Januari 2006 pemerintah China menyelenggarakan penghargaan nasional pada tokoh-tokoh inspiratif nasional. Dari 10 nama pemenang, satu di antaranya terselip nama Zhang Da. Ternyata ia menjadi pemenang termuda.

Acara pengukuhan dilakukan melalui siaran langsung televisi secara nasional. Zhang Da si pemenang diminta tampil ke depan panggung. Seorang pemandu acara menanyakan kenapa ia mau berkorban seperti itu padahal dirinya masih anak-anak. "Hidup harus terus berjalan. Tidak boleh menyerah, tidak boleh melakukan kejahatan. Harus menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab ," katanya.

Setelah itu suara gemuruh penonton memberinya tepuk tangan. Pembawa acara menanyainya lagi. "Zhang Da, sebut saja apa yang kamu mau, sekolah di mana, dan apa yang kamu inginkan. Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah dan mau kuliah di mana. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebutkan saja. Di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!" papar pembawa acara.

Zhang Da terdiam. Keheningan pun menunggu ucapannya. Pembaca acara harus mengingatkannya lagi. "Sebut saja!" katanya menegaskan.

Zhang Da yang saat itu sudah berusaha 15 tahun pun mulai membuka mulutnya dengan bergetar. Semua hadirin di ruangan itu, dan juga jutaan orang yang menyaksikannya langsung melalui televisi, terdiam menunggu apa keinginan Zhang Da. "Saya mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri. Mama kembalilah !" kata Zhang Da yang disambut tetesan air mata haru para penonton.

Zhang Da tak meminta hadiah uang atau materi atas ketulusannya berbakti kepada orangtuanya. Padahal saat itu semua yang hadir bisa membantu mewujudkannya. Di mata Zhang Da, mungkin materi bisa dicari sesuai dengan kebutuhannya, tetapi seorang ibu dan kasih sayangnya, itu tak ternilai."

Gemuruh tepuk tangan dari anak-anak terdengar bersemangat, kagum kepada Zang Da. 

Senang sekali melihat mereka gembira, semoga apa yang aku sampaikan akan terus diingat oleh mereka, dan bisa dinternalisasi oleh mereka, mengambil pelajaran yang berharga, menghargai orang tuanya, dan mensyukuri segala karunia hidupnya.  

(cerita tentang Zang Da ini aku ambil www.andriewongso.com)

Ahmad Shobirin, Guru di Sekolah Pembangunan Jaya 2 Sidoarjo

Rabu, 04 Januari 2012

Meneliti kata-kata kita

Seringkali tanpa terasa mulut kita berbicara dengan kata-kata yang menyakitkan hati orang lain, entah apakah itu kita menyadari atau tidak. Mungkin hanya karena sekedar gurauan seorang teman bisa marah. Mungkin karena nasehat yang kurang pas membuat orang semakin benci kepada kita. Mungkin karena pujian yang tak tulus, membuat orang menjauh kepada kita. Terhadap kata-kata yang baik saja kita saring salah memahami dan disalahpahami.
Mungkin juga kita perlu meneliti terhadap apa yang kita katakan. Tentang nasehat, ide, atau yang lainnya, sudahkan kita melaksankannya? “Jika berkata-kata ingatlah tindakan, jika bertindak ingatlah kata-kata”, begitulah ujar Konfusius.

Ya. Begitulah kita. Kadangkala pandai berkata tentang kebaikan, namun kita belum bisa merealisasikan apa yang kita katakan. Kita sering bertindak yang buruk padahal kita menganjurkan kebaikan. 

Minggu, 01 Januari 2012

Di Jalanan Pagi

Wahai saudara-saudara yang gemar tidur dipagi hari. Kau akan menyesal jika tak bangun pagi. Segar sekali. Jika dirutinkan tubuh ini akan sehat. Pikiran cemerlang. Maka jika tidak dirutinkan, tubuhmu penyakitan dan akan bodho thela thelo. Haha.

Sehabis subuh istriku memaksa agar aku jalan-jalan atau lari-lari. Ia singkirkan selimut hangat. Ia ambilkan kaos oblong dan trining. Ia buatkan teh hangat. Secangkir semangat pagi. Agar ndak tidur-tiduran. Juga ndak malas-malasan. Biar perut ndak gendut, begitu katanya. 

Istriku berkata, “pinter itu harus sehat, jangan sampai pinter tapi sakit-sakitan”. Berarti ia menyadari kalau aku pinter. Hehe. Aku membalasnya, "itu masih lebih baik dari pada bodho tela-telo meskipun sehat." Aku berpikir sejenak apa yang dikatakan istriku. benar juga.  pintar juga ia. hehe. 

Nampaknya karunia terbesar yang diberikan Tuhan kepada kita adalah Tubuh yang sehat. Dan kita patut untuk meraihnya.

Orang bilang, siapa yang berangkat pagi-pagi, ia akan dapat lebih banyak. Tepat. Banyak hal yang aku dapat dari pada biasanya. Pagi memang inspiratif.

Berjalan-jalan di kampung Surabaya, dari gang ke gang. Banyak orang yang memulai kerjanya, ibu-ibu belanja dari tukang sayur, bapak yang mengajak anak balitanya jalan-jalan, orang sedang ngelap motor tuanya, jadi inget aku yang ndak pernah ngelap motorku. Ada kakek yang menaburkan jagung yang sudah diselep pada pitik-pitik kecilnya, ada yang mempersiapkan rombong jualan pecel dan lain sebagainya. Sungguh mereka para pengeja udara pagi.

Kemudian berjalan disamping rel kereta api. Tapi bukan mau bunuh diri. Kulihat jalan raya A. Yani Surabaya arusnya seperti sungai dipegunungan, motor dan mobilnya seperti airnya yang deras mengalir. Namun ada juga yang santai. Bagai daun yang jatuh dari pepohonan.

Biar otot kaki mengencang maka aku berlari-lari kecil di depan kantor inspeksi BRI Surabaya. Ada jalan pavingan di sana. Kulepas sandal yang bergerigi-rigi, sandal refleksi. Tanpa sepatu. Ada satu orang yang juga lari-lari. Empat putaran bolak-balik sudah cukup. Cukup capek. Kalau dipaksakan nanti betis rasanya merengkel. Besok pasti ndak kuat lari lagi. Memang perlu pembiasaan, agar otot-otot ini menjadi kuat. Jantung dagdigdug mengeras. Setelah berlari kulakukan pendinginan dengan mengambil nafas sembari berdzikir--mumpung lagi ingat--karena seringnya kita lupa ingat kepada Ia yang memberikan udara ini kepada kita. Biar dapat pahala dari bernafas. Mensyukuri udara gratis yang sejuk.

Kemudian jalan lagi. Masuk ke perumahan komplek Jemur Andayani. Sepi. Tak seperti perkampungan kota. Jarang kulihat orang-orang yang berkatifitas. ada beberapa, nampaknya para pembantu rumha tangga yang sedang dari atau akan belanja. Rumah-rumah yang berpagar tinggi. Apa mungkin karena ini banyak orang kaya yang sakit aneh-aneh. Jarang bangun pagi dan menikmatinya. Ah ndak boleh suuzon. Bisa saja kan mereka melakukan fitnes di dalam rumah.   

sebenarnya masih banyak gang yang belum aku jelajahi. Beberapa kali menemui gang buntu. setelah kemerasa cukup, kemudian kembali di depan kantor BRI. Disana ada wakop. Warkop DRS. Siswanto Cs begitu Kalau ndak salah. Namanya keren! Orangnya ramah. ternyata "DRS" bukan kependekan dari "Dokterandes", tapi kependekan dari “Di samping Rel Sepur”.

Sambil menikmati tv yang sedang menyiarkan acara indahnya Islam, aku juga memperhatikan orang-orang yang sedang ngopi. Mereka saling sapa. Ada yang mau berangkat kerja membeli banyak gorengan. Ditanya sama yang jaga warung, buat apa kok beli banyak, ternyata mau dibagikan ke taman-teman kerjanya. Masyaallah, baik sekali. Kata Rasul Amal terbaik adalah memasukkan rasa senang kepada saudaranya. Dan orang ini telah melakukannya. Meski satu orang satu gorengan saja yang bila dihargai hanya limaratus perak. Tapi mampu membuat senang saudaranya.

Ada lagi seorang sopir rental mobil yang baru datang dari bandung. Ia ngopi. Bercerita. Aku tangkap ada hal penting yang harus aku ingat, ia berkata bahwa jika nyewa sopir, yang terpenting adalah jangan sampai sopir itu lapar, kenyangkan perutnya. Maka dengan begitu nyopirnya akan tenang. Pernah suatu hari sang sopir pernah disewa oleh orang yang medit (pelit), ndak dikasih makan, maka ia memilih jalan yang agak geronjal, orang-orang yang disopirinya kaget karena terbangun dari tidur di dalam mobil. Ia sengaja melakukan itu agar ditany, ia bilang "maaf ngantuk pak, lapar". Akhirnya dibelokkan ke tempat makan.

Kopi sudah habis, aku membayarnya dengan uang lima ribuan, diberkan kembali empat ribu. Berarti harganya Cuma seribu. Masih ada saja kopi seharga seribu di Surabaya ini. pemilik warung yang bersahaja. Sopan dan ramah. Nampaknya ia menjalankan prinsip yang orang tua-tua bilang, bahwa jika kalau berjualan berkaitan dengan barang-barang pokok atau makanan jangan jual mahal-mahal biar berkah.

Berkah atau barakah itu adalah bertambahnya kebaikan terutama berkaitan dengan karunia dan kekuatan spiritual yang dianugerahkan oleh Allah kepada hambanya.  Barokah dapat ditemukan di dalam diri seseorang, tempat dan yang lainnya seperti juga rejeki. Meskipun kadangkala rejeki kita secara nominal sedikit, namun secara manfaat atau kebaikannya bisa banyak dilihat dari kuantitasnya.   

Semoga seluruh kehidupan yang kita jalani mendapatkan berkah dari Allah. Sekalian saja berharap rejeki kita banyak sekaligus berkah. Amin. Doa jangan nanggung-nanggung, kata seorang teman.

[] 

Ahmad Shobirin/catatan akhir 2011/sabtu/31desember2011