Salam

Terimakasih atas kesediaanya membaca tulisan-tulisan dalam blog ini. Semoga memberi manfaat. Keselamatan, kesejahteraan dan berkah Tuhan semoga senantiasa melingkupi kita semua. Mari menikmati hidup ini...

Sabtu, 01 November 2014

Kisah Di Warkop Buku (1)

Mbah Bejo datang. Ia mengunjungi Warkop Buku. Warkop baru. Tempat untuk singgah minum kopi, duduk dan membaca buku, atau menulis.

Aku menghentikan aktifitasku, berdiri, tersenyum dan salaman dengan mencium punggung tangannya. Beliau cepat menarik tangannya dan segera duduk dihadapanku.

“Sedang apa kamu?”

“Ini, lagi nulis-nulis mbah?”

“Apa yang kamu tulis?”

"..........”

Aku terdiam. Beliau juga diam sebentar lalu berkata berkata tanpa memandangku, “Betapa sia-sianya duduk menulis bila kamu belum pernah berdiri untuk hidup”

Jleb.

Aku pesankan kopi susu tanpa gula kesukaannya. Dengan maksud beliau tak banyak bicara. Sebab jika berhadapan dengan mbah ini, aku sering mati kata.

Kamis, 17 Juli 2014

Catatan Pak Guru: MOS Hari Keempat


Hari keempat MOS (masa orientasi siswa) ini, anak-anak belajar tentang SED (Susainable Eco Development). Salah satu kurikulum Unggulan Sekolah Pembangunan Jaya yang mengenalkan kepada para siswa agar bisa memelihara serta peduli terhadap lingkungan dengan baik dan berkelanjutan. Beberapa dari mereka membawa pohon buah yang akan di tanam kebun sekolah. 

Mereka diminta untuk bisa merawat tanaman-tanamannya dengan cara menyiraminya tiap pagi. Hal yang sederhana, namun itu mengajarkan banyak hal kepada mereka. Pohon tak hanya dipandang sebagai pohon semata, mereka diajak untuk menyadari adanya rangkaian semesta yang mengikutinya. Mereka diajak untuk menyadari peranannya di dalam semesta ini. 


 Ahmad Shobirin
Pendidik di SD Pembangunan Jaya 2 Sodoarjo
Twitter @pakguruobi

Rabu, 16 Juli 2014

NOVELISASI TAFSIR AL-FATIHAH



Judul Buku      : Kafilah Al-Fatihah: Kisah Para Penjelajah Induk Al-Quran
Penulis             : Je Abdullah
Penerbit           : Noura Books
Cetakan           : I, Januari 2014
Tebal                : xxxviii + 341 hlm
ISBN               : 978-602-1606-23-0
---

Upaya mamahami maksud firman-firman Allah  dengan kemampuan manusia itulah yang dinamakan tafsir
~ M.Quraish Shihab

Ramadhan bulan Al-Quran. Dan ingat, ramadhan hampir usai. Membaca al Quran di bulan ini akan mendapatkan pahala yang berlimpah. Namun sebagai seorang muslim yang haus akan ilmu, tidak cukup hanya sekedar membacanya, namun juga memaknainya. Buku ini mampu mengantarkan kita untuk memahami al Quran dengan cara yang unik.

Cara tafsir genre baru

Al Quran merupakan petunjuk bagi manusia agar sikap dan perbuatannya sesuai dengan apa yang dikehendakiNya. Upaya mamahami maksud firman-firman Allah dengan kemampuan manusia itulah yang dinamakan tafsir, begitu ujar M. Quraish Shihab. Je Abdullah penulis buku ini mencoba untuk menafsirkan al Fatihah dengan kemampuan dan caranya yang unik, yakni dalam bentuk novel.

Cerita Novel ini diawali dari surat misterius yang diterima Yuli, seorang remaja Masjid desa Tinggar Mataram. Isi surat itu telah benar-benar membuat kepercayaan diri Yuli merasa terkoyak dan terguncang. Sebab selama ini merasa telah memasrahkan seluruh hidupnya untuk Al-Quran. Namun ketika membaca surat itu ia merasa dalam kekeliruan yang bodoh dalam memperlakukan Al-Quran. Surat itu berisi tentang kegelisahan al Quran. Sang Al-Quran merasa kesepian, meskipun pengagumnya banyak. Ia merasa ada tembok yang memisahkan mereka dan pengagumnya, yakni bahasa. Sehingga mereka tak bisa saling berbicara dari hati ke hati. Memang benar, bahwa ia tersanjung sebab atas nama cinta dan kehati-hatian serta upaya memagari dari kekeliruan penafsiran, maka para ulama menyusun beberapa perangkat ilmu “canggih” seperti nahwu, sharaf, asbabunnuzul, balaghah, nasikh mansukh, munasabah, dan lain-lain sebagai dasar untuk memahami al Quran. Di sisi lain, hal itu menjadi benteng penghalang bagi orang-orang awam untuk mengkaji al Quran. Mereka takut karena merasa tak layak untuh hal itu. Maka yang terjadi, orang-orang hanya sekedar membacanya tanpa berupaya secara serius memahami makna-makna yang terkandung di dalamnya. Padahal al Quran datang untuk semua, tanpa peduli ras, warna kulit,tingkat kecerdasa bahkan agama  

Malam itu juga, ia menemui sesepuh kampung Tinggar, Miq Saeni, alumnus perguruan tinggi jurusan Tafsir-Hadis. Miq Saeni merasakan hal yang sama. Gelisah. Gundah Gulana. Miq Saeni, berpesan kepada Yuli untuk mengumpulkan beberapa temannya yang peduli dengan Al-Quran esok bakda subuh. Untuk menjelaskan dan membahas tindak lanjut dari isi surat itu.

Isi surat itu benar-benar menampar dan menyadarkan mereka. Mereka merasa harus berbuat lebih untuk memaknai al Quran. Dari sana mereka mengambil inisiatif, bahwa gagasan mereka tentang halaqah tadarusan al quran yang dulu pernah mereka gagas harus segera direalisasikan. Bukan tadarusan yang biasa, namun yang lebih menekankan pada upaya memahami pesan al Quran. Pemaknaan yang dapat dijadikan pedoman nyata dalam memahami kehidupan sehari-hari.

Mereka memilih melakukannya tiap bakda subuh. Ayat-ayat yang mereka kaji adalah surat Al Fatihah. Pertemuan itu di pimpin oleh Miq saeni sebagai sesepuh kampung, dan setiap mereka yang hadir dalam tadarrusan itu dipersilahkan untuk memberikan padangan dan pendapat mengenai ayat yang kaji sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.

Dalam tadarrusan itu para tokoh berdialog secara interaktif untuk mengkaji dan menafsirkan surat al Fatihah. Makna-makna yang terkandung di dalamnya terangkum indah. Beberapa pembahasan ayat yang dilangsungkan pada setting tempat di pantai di Lombok menyeret imajinasi pembaca ikut merasakan suasana yang digambarkan. Hal ini membuat pembaca betah untuk menyimak setiap pembahasannya dengan mudah dengan suasana yang rileks. Tadarusan itu mengubah hidup mereka. Mereka menemukan makna hidup yang lebih dalam, mampu menemukan dan membuka pintu-pintu semesta kebahagian, menunjukkan jalan menuju kesuksesan, kebahagiaan dan kesejahteraan hidup sejati.

Seperti kemampuan novel pada lazimnya novel ini mampu mengajak pembaca untuk larut dalam alur cerita dan mengambil makna-makna yang tersirat. Inilah salah satu keunggulan novel, yakni disajikannya konflik, penokohan, alur, latar, serta setting waktu dan tempat yang mampu membangkitkan dan memengaruhi imajinasi pembaca. Tak berlebihan jika buku ini bisa disebut sebagai novelisasi tafsir. Sebuah cara baru dalam dunia tafsir al Quran disajikan dengan cara yang unik.

Corak penafsiran

M. Quraish Shihab dam buku ‘Membumikan al Quran’ menyatakan bahwa dalam dunia tafsir, ada beberapa corak penafsiran seperti corak sastra bahasa, filsafat dan teologi, penafsiran ilmiah, fikih dan hukum, tasawuf, dan corak budaya kemasyarakatan.

Dalam bingkai novel ini, corak-corak penmafsiran tersebut dapat dikombinasikan menjadi satu. Inilah salah kelebihannya. Secara apik, ia melibatkan tokoh-tokoh dengan berbagai macam karakter dan latar belakang mampu membangun suasana dialogis interaktif diantara mereka. Para tokoh itu, mampu mengutarakan dan merangkum penjabaran para cendekiawan tafsir seperti M. Quraish Shihab dengan tafsir al Misbahnya, Wahbah Mustafa Zuhailli dengan tafsir al Munirnya, Ibnu Kathir, Ali Unal ulama dari Turki, Ashfahani, serta para cendekiawan lain dalam bidang tafsir al Quran yang tentunya mempunyai coraknya masing-masing. Mereka semua disatukan dalam novel ini.

Karenanya, novel ini tidak bermaksud menandingi tafsir-tafsir yang sudah ada, sebab justru tafsir-tafsir yang sudah ada menjadi bahan rujukan percakapan para tokoh-tokoh yang terlibat dalam novel. Tujuan karya ini jauh lebih sederhana yakni mengakrabkan al Quran kepada pembaca dengan cara yang kreatif namun tetap sarat makna. Mengungkapkan kandungan al Fatihah untuk dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan sebuah cara yang patut disambut baik dalam dunia tafsir al Quran yang cenderung formal, berat dan kaku, menjadi luwes, ringan dan mengalir. Karena itu, buku ini patut menjadi bacaan kita semua yang ingin mereguk kandungan makna al Quran khususnya surat al Fatihah dalam kehidupan sehari-hari. Selamat membaca dan menikmati sajian makna al Fatihah dengan cara yang asik. 

[]
Ahmad Shobirin
*Pendidik di SD Pembangunan Jaya 2 Sidoarjo dan Pengelola Rumah Baca ImHabba Gresik
 Twitter: @pakguruobi

Rabu, 09 Juli 2014

Tentang Kekalahan


Rabu, 9 Juli 2014. Seusai terawih di warung kopi pasar Siwalankerto Surabaya.

--
Hari ini libur, ada pemilu. Dua pasang calon presiden dan wakil presiden. Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK.

Kasmin memilih golput. Begitu juga Bejo, mereka ndak ndak ikut memilih diantara kedua calon. Kalau Kasmin disebabkan ketidakpedulian. Tetapi Bejo lebih kepada pemikirannya tentang adanya kesalahan dalam konstitusi negara mengenai pemilu ini. 

“Walah gayamu Jo, omongmu kayak pengamat hukum tata negara, wong kamu tata keluarga aja belum bisa, kok ngomongin tata negara”. Ujar Kasmin ketika mendengar alasan bejo ndak ikut nyoblos.

“Lho sekarang coba sampeyan pikir, katanya presiden dipilih langsung oleh rakyat, tapi nyatanya tidak, kalau saya milih langsung saya pasti milih sampeyan cak?”

“Omonganmu!”

“Calon-calon yang ada itukan sebenarnya dipilih partai, lalu secara terpaksa rakyat mau ndak mau harus memilih apa yang telah dipilihkan partai kan? Lha gitu kok katanya pilihan rakyat langsung!”

“Wis Jo, kalau ndak ada pilihanmu yo ndak usah milih.”

“Lho wong kalau ndak milih diharamin oleh MUI gitu.”

“Yo kudu diharamin dong, kamu harus tahu posisi MUI di negeri ini gimana? masak fatwanya ndak mendukung program pemerintah. Bisa di bubarin mereka.”

“Tapi, coba lihat tuh, meski kita ndak milih, pemilunya masih tetap berjalan kan. Lancar dan aman.”

“Lancar gimana? Wong saling mengklaim menang gitu”

“Biarin! biar gelut sekalian!”

“Jangan jadi provokator gitu Jo, kalau gelut beneran gimana?”

“Ah ndak mungkin gelut, wong rakyat ikut-ikut nyoblos itu cuman iseng-iseng kok, ndak serius.”

“Ah kamu itu, ini menentukan masa depan Indonesia kok iseng. Sudah jangan rame wae Jo, nanti malam megang siapa?”

“Tetep Amerika latin Min, Argentina!”

“Haha, yakin tah? pur-puran apa lek-lekan”

“Lek-lekan bos! Kenapa ndak berani tah?”

“Wis ayo, ndang! masang berapa?”

--

Karena teknologi, dengan cepat sudah ketahuan siapa yang terpilih. Meski dua-duanya mengaku menang. Yang pasti nanti salah satu diantaranya yang jadi presiden. Bukan keduanya. Takdir tetap berjalan. Pasti ada yang merasa menang atau dimenangkan, dan ada yang merasa kalah atau dikalahkan.  

Namun apakah kemenangan dan kekalahan itu? Saya mendapati tulisan yang bagus mengenai hal ini dalam buku “Manuskrip yang Ditemukan di Accra” karya Paulo Coelho.

Dikisahkan dalam buku itu ada seorang yang disebut Guru. Ditengah kekacauan kota Yerussalem beberapa orang memilih berkumpul didekat sang Guru untuk mendengarkan petuah-petuahnya. Salah seorang dari mereka menanyakan tentang kekalahan. Dan  sang Guru menjawab:

***
Apakah daun yang gugur dari pohon di musim salju merasa dikalahkan oleh hawa dingin?

Kata pohon kepada daun, “Demikianlah siklus kehidupan. Kaupikir dirimu akan mati, tapi nyatanya kau tetap hidup di dalamku. Berkatmu aku bisa bernapas dan hidup. Berkat dirimu pula kau merasa dicintai, sebab aku dapat memberikan naungan kepada pengelanan yang kelelahan. Getahmu da di dalam getahku; kita berdua satu.”

Apakah orang yang bertahun-tahun mempersiapkan diri untuk mendaki gunung tertinggi di dunia merasa terkalahkan apabila, setelah mencapai gunung itu, dia mendapati puncaknya terselubung awan-awan badai? Katanya kepadagunug itu, “Kau tidak menginginkan diriku kali ini, tapi cuacaini pasti berlalu, dan suatu hari nanti aku akan sampai ke puncakmu. Untuk sementara kau akan tetap di sini, menungguku.”

Dalam siklus alam tak ada kemenangan maupun kekalahan: yang ada hanyalah pergerakan.

Musim dingin berusaha keras mempertahankan kekuasaan, namun akhirnya harus tunduk dalam musim semi dan membawa bebungaan dan kebahagiaan.

Musim panas ingin hari-harinya yang hangat tak pernah berakhir, sebab ia percaya bahwa kehangatannya baik bagi Bumi, akan tetapi pada akhirnya dia harus menerima kedatangan musim gugur yang akan memberikan istirahat bagi Bumi.

Rusa-rusa memakan rumput dan dimangsa oleh singa. Ini bukan tentang siapa yang paling kuat, melainkan beginilah cara Tuhan menunjukkan siklus kematian dan kebangkitan kembali pada kita.

Dan dalam siklus itu tak ada yang menang maupun yang kalah; yang ada hanyalah tahap-tahap yang mesti dijalani. Setelah hati manusia memahaminya, dia pun bebas san sanggup menerima masa-masa sulit dan tidak akan terlena oleh saat-saat penuh kemenangan.

Sebab keduanya akan berlalu.Yang satu menyusul yang lain. Dan siklus ini akan terus berlanjut sampai kita membebaskan diri dari yang badaniah serta menemukan Energi Ilahi.

Oleh sebab itu, ketika sang petarung berada di arena—entah atas pilihannya sendiri atau karena tangan-tangan nasib yang tak terselami menempatkannya di sana—kiranya rohnya dipenuhi suka cita dalam menghadapi pertarungan yang telah menunggu. Bila ia berpegang pada harga diri dan kehormatannya, walaupun ia menjadi pihak yang kalah dalam pertarungan itu, namun dia takkan pernah terkalahkan, sebab jiwanya tetap utuh.

Dan dia takkan menyalahkan siapa pun atas hal yang menimpanya. Kalah dalam pertempuran, atau kehilangan semua yang kita anggap milik kita, akan membawa kita pada saat-saat penuh kesedihan; namun setelah semua itu berlalu, akan kita temukan kekuatan tersembunyi dalam diri kita masing-masing; ketangguhan yang mengejutkan dan membuat kita lebih menghargai diri sendiri.

Hanya mereka yang gagal mengenali kekuatannya sendiri akan berkata, “Aku kalah”, dan diliputi kesedihan.

Lain-lainnya akan meneteskan air mata sekedarnya namun tak pernah menyerah dan mengasihani diri. 

Mereka tahu, ini hanyalah jeda dalam pertempuran, dan untuk saat ini situasi mereka tidak menguntungkan.

Mereka mendengarkan detak jantung sendiri. Mereka menyadari rasa tegang dan takut itu. Mereka merenungkan hidup mereka dan mendapati bahwa, meski mereka gentar, jiwa mereka masih menyimpan keyakiann yang memacu mereka untuk jalan terus.

Mereka mencoba menelaah apa yang benar dan apa yang salah dalam tindakan mereka. Mereka memanfaatkan momen kekalahan ini untuk beristirahat, menyembuhkan luka-luka, merancang strategi-strategi baru, dan membuat persiapan lebih baik.

Bersabar menunggu saat yang tepat untuk bertindak.

Jangan biarkan kesempatan berikutnya lewat begitu saja.

Banggalah atas bekas-bekas lukamu. Bekas-bekas luka itu berbicara lebih lantang katimbang pedang yang menyebabkan.

--

Dalam kehidupan Kasmin dan Bejo pun pernah merasa kalah maupun menang. Seperti tadi malam, Kasmin menang terhadap Bejo yang menjagokan Brazil. Bejo ndak menyerah, ia mencoba lagi bertaruh mendukung Argentina dibanding Belanda. Entah siapa nanti yang menang.

“Kasmin, Bejo, ingat, taruhan itu haram.”
  
Kalau saya sih, Belanda.      

[]

Ahmad Shobirin|9 Juli 2014

Jumat, 23 Mei 2014

Kata-Kata adalah Nafas Batin

Seringkali kata-kata yang terucap dari mulut ini buruk sekali. Jika kata-kata saja buruk, apalagi dalam perbuatan. Seorang 'Arif berujar, "Jika engkau ingin melihat hati seseorang, perhatikan yang diucapkannya dan diperbuatnya, dari sana kau akan bisa mengintip jiwanya".

Kata-kata adalah aroma nafas batin seseorang. Jika ingin menilai seseorang biarkanlah ia berbicara. Jika begitu, jika ingin menilai dirimu, dengarkanlah kata-katamu apakah membuat kesejukan atau kegerahan. Allah memberikan pemahaman kepada orang-orang beriman dalam al Qur'an agar kita menjauhi prasangka dan kecurigaan. Ia tak ingin kita mencari-cari keburukan orang lain dan tak ingin kita saling menggunjing satu sama lain.

Setiap nafas kita dihitungNya. Setiap huruf dari ucapan kita dihitungNya. Sebab itu, berhati-hatilah apabila ingin berkata-kata. Manusia tak diciptakan dengan sia-sia, maka seharusnya begitu pula kata-kata kita, tidak sia-sia.

Allah berkata dari bibir hambaNya yang sejati. 

Ahmad Shobirin Obiyoso | 230514 

Sabtu, 08 Februari 2014

Doa Jiwa

“Jika kau tak bisa berdoa dengan segenap jiwamu, berarti saat itu kau tidak memiliki cukup kerendahan hati untuk mendengarkan jiwamu dan mencari tahu apa yang jiwamu inginkan. Seorang bijak berkata: Sebuah doa jika diusung dengan kata-kata jiwa menjadi jauh lebih berkuasa dibandingkan dengan ritual apapun” 

Kami adalah manusia, Tuhan, dan kami tidak mengenali kebesaran kami sendiri. Karena itu kami terlalu takut untuk menjalani hidup. Dan kami juga tak menyadari begitu kerdilnya kami ini. Sehingga kami menganggap mampu berkuasa atas segalanya. Tuhan, berilah kami kerendahan hati untuk meminta apa yang kami perlukan, karena tak ada keinginan yang sia-sia dan tak ada permintaan yang tak berguna jika keinginan dan permintaan ini berasal dari kebijakan-Mu. Engkau tahu apa yang diperlukan oleh jiwa kami. Hanya dengan memahami keinginan hati kami yang murni, barulah kami bisa memahami siapa kami sebenarnya. Amin. 


[inspirasi dari novel "Brida" Paulo Coelho]