Salam

Terimakasih atas kesediaanya membaca tulisan-tulisan dalam blog ini. Semoga memberi manfaat. Keselamatan, kesejahteraan dan berkah Tuhan semoga senantiasa melingkupi kita semua. Mari menikmati hidup ini...

Rabu, 09 Juli 2014

Tentang Kekalahan


Rabu, 9 Juli 2014. Seusai terawih di warung kopi pasar Siwalankerto Surabaya.

--
Hari ini libur, ada pemilu. Dua pasang calon presiden dan wakil presiden. Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK.

Kasmin memilih golput. Begitu juga Bejo, mereka ndak ndak ikut memilih diantara kedua calon. Kalau Kasmin disebabkan ketidakpedulian. Tetapi Bejo lebih kepada pemikirannya tentang adanya kesalahan dalam konstitusi negara mengenai pemilu ini. 

“Walah gayamu Jo, omongmu kayak pengamat hukum tata negara, wong kamu tata keluarga aja belum bisa, kok ngomongin tata negara”. Ujar Kasmin ketika mendengar alasan bejo ndak ikut nyoblos.

“Lho sekarang coba sampeyan pikir, katanya presiden dipilih langsung oleh rakyat, tapi nyatanya tidak, kalau saya milih langsung saya pasti milih sampeyan cak?”

“Omonganmu!”

“Calon-calon yang ada itukan sebenarnya dipilih partai, lalu secara terpaksa rakyat mau ndak mau harus memilih apa yang telah dipilihkan partai kan? Lha gitu kok katanya pilihan rakyat langsung!”

“Wis Jo, kalau ndak ada pilihanmu yo ndak usah milih.”

“Lho wong kalau ndak milih diharamin oleh MUI gitu.”

“Yo kudu diharamin dong, kamu harus tahu posisi MUI di negeri ini gimana? masak fatwanya ndak mendukung program pemerintah. Bisa di bubarin mereka.”

“Tapi, coba lihat tuh, meski kita ndak milih, pemilunya masih tetap berjalan kan. Lancar dan aman.”

“Lancar gimana? Wong saling mengklaim menang gitu”

“Biarin! biar gelut sekalian!”

“Jangan jadi provokator gitu Jo, kalau gelut beneran gimana?”

“Ah ndak mungkin gelut, wong rakyat ikut-ikut nyoblos itu cuman iseng-iseng kok, ndak serius.”

“Ah kamu itu, ini menentukan masa depan Indonesia kok iseng. Sudah jangan rame wae Jo, nanti malam megang siapa?”

“Tetep Amerika latin Min, Argentina!”

“Haha, yakin tah? pur-puran apa lek-lekan”

“Lek-lekan bos! Kenapa ndak berani tah?”

“Wis ayo, ndang! masang berapa?”

--

Karena teknologi, dengan cepat sudah ketahuan siapa yang terpilih. Meski dua-duanya mengaku menang. Yang pasti nanti salah satu diantaranya yang jadi presiden. Bukan keduanya. Takdir tetap berjalan. Pasti ada yang merasa menang atau dimenangkan, dan ada yang merasa kalah atau dikalahkan.  

Namun apakah kemenangan dan kekalahan itu? Saya mendapati tulisan yang bagus mengenai hal ini dalam buku “Manuskrip yang Ditemukan di Accra” karya Paulo Coelho.

Dikisahkan dalam buku itu ada seorang yang disebut Guru. Ditengah kekacauan kota Yerussalem beberapa orang memilih berkumpul didekat sang Guru untuk mendengarkan petuah-petuahnya. Salah seorang dari mereka menanyakan tentang kekalahan. Dan  sang Guru menjawab:

***
Apakah daun yang gugur dari pohon di musim salju merasa dikalahkan oleh hawa dingin?

Kata pohon kepada daun, “Demikianlah siklus kehidupan. Kaupikir dirimu akan mati, tapi nyatanya kau tetap hidup di dalamku. Berkatmu aku bisa bernapas dan hidup. Berkat dirimu pula kau merasa dicintai, sebab aku dapat memberikan naungan kepada pengelanan yang kelelahan. Getahmu da di dalam getahku; kita berdua satu.”

Apakah orang yang bertahun-tahun mempersiapkan diri untuk mendaki gunung tertinggi di dunia merasa terkalahkan apabila, setelah mencapai gunung itu, dia mendapati puncaknya terselubung awan-awan badai? Katanya kepadagunug itu, “Kau tidak menginginkan diriku kali ini, tapi cuacaini pasti berlalu, dan suatu hari nanti aku akan sampai ke puncakmu. Untuk sementara kau akan tetap di sini, menungguku.”

Dalam siklus alam tak ada kemenangan maupun kekalahan: yang ada hanyalah pergerakan.

Musim dingin berusaha keras mempertahankan kekuasaan, namun akhirnya harus tunduk dalam musim semi dan membawa bebungaan dan kebahagiaan.

Musim panas ingin hari-harinya yang hangat tak pernah berakhir, sebab ia percaya bahwa kehangatannya baik bagi Bumi, akan tetapi pada akhirnya dia harus menerima kedatangan musim gugur yang akan memberikan istirahat bagi Bumi.

Rusa-rusa memakan rumput dan dimangsa oleh singa. Ini bukan tentang siapa yang paling kuat, melainkan beginilah cara Tuhan menunjukkan siklus kematian dan kebangkitan kembali pada kita.

Dan dalam siklus itu tak ada yang menang maupun yang kalah; yang ada hanyalah tahap-tahap yang mesti dijalani. Setelah hati manusia memahaminya, dia pun bebas san sanggup menerima masa-masa sulit dan tidak akan terlena oleh saat-saat penuh kemenangan.

Sebab keduanya akan berlalu.Yang satu menyusul yang lain. Dan siklus ini akan terus berlanjut sampai kita membebaskan diri dari yang badaniah serta menemukan Energi Ilahi.

Oleh sebab itu, ketika sang petarung berada di arena—entah atas pilihannya sendiri atau karena tangan-tangan nasib yang tak terselami menempatkannya di sana—kiranya rohnya dipenuhi suka cita dalam menghadapi pertarungan yang telah menunggu. Bila ia berpegang pada harga diri dan kehormatannya, walaupun ia menjadi pihak yang kalah dalam pertarungan itu, namun dia takkan pernah terkalahkan, sebab jiwanya tetap utuh.

Dan dia takkan menyalahkan siapa pun atas hal yang menimpanya. Kalah dalam pertempuran, atau kehilangan semua yang kita anggap milik kita, akan membawa kita pada saat-saat penuh kesedihan; namun setelah semua itu berlalu, akan kita temukan kekuatan tersembunyi dalam diri kita masing-masing; ketangguhan yang mengejutkan dan membuat kita lebih menghargai diri sendiri.

Hanya mereka yang gagal mengenali kekuatannya sendiri akan berkata, “Aku kalah”, dan diliputi kesedihan.

Lain-lainnya akan meneteskan air mata sekedarnya namun tak pernah menyerah dan mengasihani diri. 

Mereka tahu, ini hanyalah jeda dalam pertempuran, dan untuk saat ini situasi mereka tidak menguntungkan.

Mereka mendengarkan detak jantung sendiri. Mereka menyadari rasa tegang dan takut itu. Mereka merenungkan hidup mereka dan mendapati bahwa, meski mereka gentar, jiwa mereka masih menyimpan keyakiann yang memacu mereka untuk jalan terus.

Mereka mencoba menelaah apa yang benar dan apa yang salah dalam tindakan mereka. Mereka memanfaatkan momen kekalahan ini untuk beristirahat, menyembuhkan luka-luka, merancang strategi-strategi baru, dan membuat persiapan lebih baik.

Bersabar menunggu saat yang tepat untuk bertindak.

Jangan biarkan kesempatan berikutnya lewat begitu saja.

Banggalah atas bekas-bekas lukamu. Bekas-bekas luka itu berbicara lebih lantang katimbang pedang yang menyebabkan.

--

Dalam kehidupan Kasmin dan Bejo pun pernah merasa kalah maupun menang. Seperti tadi malam, Kasmin menang terhadap Bejo yang menjagokan Brazil. Bejo ndak menyerah, ia mencoba lagi bertaruh mendukung Argentina dibanding Belanda. Entah siapa nanti yang menang.

“Kasmin, Bejo, ingat, taruhan itu haram.”
  
Kalau saya sih, Belanda.      

[]

Ahmad Shobirin|9 Juli 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar