Salam

Terimakasih atas kesediaanya membaca tulisan-tulisan dalam blog ini. Semoga memberi manfaat. Keselamatan, kesejahteraan dan berkah Tuhan semoga senantiasa melingkupi kita semua. Mari menikmati hidup ini...

Kamis, 13 Oktober 2011

Menikmati Kebahagiaan

Pagi ini dengan secangkir kopi susu dan roti coklat. Ada tumpukan soal UTS murid-muridku SMP yang masih belum aku koreksi. Ada dua buku yang ada di meja ruanganku. Getting Unstuck dan The Art of Happiness. Aku pilih membaca The Art of Happinessnya Khalil A. Khavari dulu, buku terbitan Serambi. Yang lain menyusul.

“Apabila Anda tidak benar-benar bahagia, sangat mungkin Anda tidak sedang melakukan sesuatu yang benar.” kalimat pembuka yang mantap. Membuat berpikir, apakah kita benar-benar bahagia? Jika tidak, ada baiknya kita rehat sejenak, berjalan-jalan, dan mengambil langkah langkah penyesuaian. Kebahagiaan itu kan hak asasi kita.

Kesana kemari, sekolah dari TK hingga Kuliah, kerja siang malam, menikah, mempunyai anak, bepergian, ngopi, makan, minum, dan lain sebagainya, sampai melakukan hil-hil yang mustahal sekalipun itu semua hanya untuk mendambakan kebahagiaan itu. Jika tidak mendapatkan hal itu, meski kita sudah jungkir walik maka berarti ada yang salah, dengan diri kita. Buat apa hidup kalo ndak bahagia?

Khavari membisiki kita dalam buku ini bahwa untuk meraih kebahagiaan itu, kita hanya butuh menemukan dan mengembangkan wilayah dalam diri kita yang sering kita abaikan, yakni spiritualitas. Jika kita mengoptimalkan kemampuan itu, niscaya kita dapat meraih kehidupan yang bahagia dan memuaskan.

Teladan Hidup Sang Nenek
Khavari membuka buku ini dengan kisah yang buagus. Beliau bercerita mengenai seorang seorang yatim piatu yang di asuh oleh neneknya. Sang nenek selalu memberikan pekerjaan kepadanya, menyapu, mengusir ayam, menggembala kambing. Si cucu merasa lelah sekali. Namun sang nenek masih memberinya pekerjaan lagi.


Sang nenek pun demikian, beliau tak pernah istirahat. Beliau selalu mengerjakan sesuatu, sebab ada bertumpuk-tumpuk pekerjaan yang mesti diselesaikan. Sang nenek akan menyuruh cucunya itu mengantar seteko susu ke rumah di ujung jalan, membawakan sekantong gandum ke rumah nomor dua sebelah kiri dari kebun apel dan lain sebagainya. Si cucu selalu membantunya, meskipun ia merasa sangat capek. Karena itulah Ia selalu merindukan saat malam, saat di mana ia bisa beristirahat. Dan seandainya saat ia tidur dibunyikan meriam disebelahnya ia tidak akan bangun karena saking capeknya.

Secara perlahan usaha sosial sang nenek berkembang. Semakin banyak orang yang mendapatkan barang-barang ala kadarnya yang mereka butuhkan dari sang nenek. Sebaliknya, jika orang-orang punya sesuatu, mereka akan memberikan pada nenek itu.

Sang nenek mengajarkan banyak hal bukan dengan kata-kata namun dengan perbuatan dan bagaimana ia menjalani kehidupan. Ia mengajarkan si cucu membaca, memberi petuah-petuahnya yang arif saat malam menjelang si cucu tidur. Seringkali juga sang nenek meberikan jatah makan malamnya kepada orang yang membutuhkan, sehingga ia dan si cucu hanya makan air daging sebagai pengganjal perutnya sampai pagi.

Suatu saat si cucu bertanya kepada neneknya, “Mengapa nenek selalu merasa bahagia? Nenek bekerja sedemikian keras, tapi tak mempunyai apa-apa?”. Kemudian sang nenek menjawab dengan jawaban yang tak pernah dilupakan oleh si cucu. “Kebahagian terasa tak hanya ketika mendapatkan apa yang kamu inginkan, tetapi juga menginginkan apa yang telah kamu dapatkan. Aku puas dengan apa yang aku dapatkan. Cinta Tuhan dalam hatiku, kamu, dan desa yang penduduknya memungkinkanku hidup seperti yang kudambakan ini”.

Si cucu bilang bahwa ia nyaris tak pernah melihat sang nenek tidur. Sang nenek tidur di tempat si cucu tidur, lama setelah si cucu tertidur. Manakala si cucu bangun sang nenek sudah bangun dengan nyanyian dan doa-doanya yang menentramkan. Si cucu bertanya, “Apakah nenek tak pernah tidur?, sang nenek tersenyum, lantas berkata, “Ada teramat banyak pekerjaan yang harus dirampungkan sementara waktu kita sedikit sekali. Tak baik bila kita menghabiskan sepertiga waktu kita untuk tidur. Aku tidur sebatas untuk menyegarkan badan agar dapat bekerja sebagaimana yang kuinginkan.”

Suatu pagi sang nenek belum bangun, beliau masih tidur dengan senyum yang manis. Sepertinya sedang mimpi indah. sementara si cucu sudah bangun. Si cucu berjalan berjingkat pelan agar tak mengganggu sang nenek. Ia mengerjakan tugas sehari-harinya. Satu jam berlalu, sang nenek belum muncul. Si cucu mengintip ke dalam rumah. Sang nenek tak bergerak sama sekali, namun senyumnya masih megembang, beliau telah meninggal.

Sang cucu berurai air mata, begitu juga orang-orang, mereka semua kehilangan orang yang baik. Sang cucu ingat perkataan sang nenek “Kamu tentu berharap orang-orang merayakan kelahiranmu dan menagisi kematianmu”.

Hidup terus bergulir, Sang cucu meneruskan usaha sosial sang nenek seorang diri sebentar sebelum ia menikah. Ia dipertemukan dengan seorang istri yang juga suka melayani orang-orang yang membutuhkan seperti sang nenek. Mereka berdua bekerja dengan tujuan untuk membantu orang-orang lain mempertahankan hidupnya. ia meneladani sang nenek. Baginya, sang nenek telah menemukan rahasia kebahagiaan sejati. Sang nenek percaya bahwa kebahagiaan adalah hidup di dunia ini, bukan menjadi duna ini. baginya, kebahagiaan sesungguhnya terletak dalam realitas spiritual kita, dalam hidup yang melayani, dalam kerja yang membawa kebaikan. Mereka berdua meneladani betul kehidupan sang nenek, dan karenanya mereka mendapatkan kebahagiaan saban hari.

Begitulah sedikit kisah yang saya cercap dari buku ini bersama sruputan kopi susu pagi ini. Sebuah kisah hidup yang membuat terkesan. Buku ini mengajak kita agar senantiasa mampu untuk menciptakan kebahagiaan dalam setiap keadaan. Saya berdoa semoga kita semua diliputi kebahagiaan, kesejahteraan dan berkah Tuhan dalam hidup ini.
***

Sekarang koreksi soal UTS anak-anak dulu, semoga nilai-nilainya bagus-bagus, anak-anak bahagia, gurunya bahagia, walimurid bahagia, kepala sekolah bahagia, semua bahagia. Hehe. Menjadi guru yang baik, yang selalu melayani dan membantu siswa-siswinya yang haus akan ilmu dan untuk mendapatkan telaga hikmah..

Salam bahagia.
[]
Ahmad Shobirin Obiyoso

Tidak ada komentar:

Posting Komentar