Salam

Terimakasih atas kesediaanya membaca tulisan-tulisan dalam blog ini. Semoga memberi manfaat. Keselamatan, kesejahteraan dan berkah Tuhan semoga senantiasa melingkupi kita semua. Mari menikmati hidup ini...

Selasa, 20 September 2011

Merapikan Kekacauan


Kekacauan itu mengalir dari dunia fisik ke wilayah mental, emosional dan spiritual kita. Nah ketika kita menyingkirkan kekacauan fisik, kekacauan metal, emosional dan spiritual akan ikut bersamanya dan kemudian kehidupan menjadi lancar dan lebih tenang. Sebuah pengertian yang aku dapatkan dari buku yang pernah aku baca di perpus keliling taman bungkul Surabaya.

Alhamdulillah ya. Sudah menumpuk rak buku. Dan merapikan bukunya agar lebih praktis. Sudah sholat isya. Bikin teh manis. Cuci-cuci piring dan gelas kotor juga sudah. Kamar kalau nampak bersih seperti ini menjadi nampak indah. Kemudian merasa nyaman, dan belajar menjadi menyenangkan. Tidak kacau. Teratur.

Eit, di kamarku belum sepenuhnya rapi. Disalah satu sudut kamar. Belakang pintu. Pakaian kotor masih banyak yang cemerentel. Dari berbagai bentuk dan warna. Perlu penanganan yang lebih serius.

Begitulah. Kita harus mencoba belajar membiasakan melakukan hal-hal yang kecil dan sering kita anggap sepele. Merapikan sprei, meletakkan baju di cantolan, mengembalikan buku yang kita baca dari tempatnya, dan lain sebagainya.


Bijaksana Dari Hal yang Kecil

Jadi ingat cerita di sebuah buku. Ada seorang murid yang ingin belajar kebijaksanaan dari seorang guru. Si murid bermalam di pondokan si guru. Pada pagi hari setelah ia selesai sarapan ia segera menemui guru tersebut untuk bersiap meminta pelajaran mengenai kebijaksanaan dari sang guru.

“Guru, sudilah engkau untuk mengajarkanku mengenai kebijaksanaan hidup” ujar sang murid dengan bersemangat.

Kemudian sang guru berkata dengan lembut, “apakah engkau sudah sarapan anakku?”

“Sudah guru, sebelum berangkat ke sini, aku sudah sarapan, dan kini aku sudah siap menerima pelajaran darimu” jawab sang murid dengan penuh semangat.

“Baiklah, cuci piring makanmu..”

***

Begitulah kita, sering terburu-buru untuk mendapatkan sesuatu yang diidam-idamkan, sesuatu yang baru, sesuatu yang besar. Namun seringkali melewati hal-hal yang kecil yang sebenarnya adalah proses pembiasaan untuk mendapatkan sesuatu yang diidam-idamkan itu. Menganggap hal-hal yang kecil sebagai sesuatu yang sepele. Karena tak mesti sesuatu yang kecil itu hal yang sepele. Sehingga kita meremehkannya dan akhirnya tak menyelesaikan sesuatu hal dengan baik. Sungguh bukan kebiasaan yang baik.

Kita jarang menyelesaikan apa yang telah kita kerjakan. Namun bersemangat mengerjakan yang lain. Ketika mengerjakan pekerjaan yang lain, kita kepikiran pekerjaan yang lama, beralih untuk menyelesaikan pekerjaan yang lama, namun ada rasa malas. Berputar-putar tak ada yang selesai. Karena tak dikerjakan dengan serius.

Kebiasaan-kebiasaan buruk perlu kita ubah. Digantikan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Perlahan. Namun dengan istikamah, rutin, disiplin. Rangkaian hidup kita adalah rangkaian kebiasaan yang telah tertanam dalam diri kita. Dan seringkali tak kita sadari bahwa kita memiliki kebiasaan itu.

Kita tak dapat melempar keluar jendela begitu saja kebiasaan kita. Karena kebiasaan adalah kebiasaan. Ia hanya bisa dibujuk untuk turun melalui tangga selangkah demi selangkah. Begitulah Mark Twain mengibaratkan perihal merubah kebiasaan.Mark Twain juga seorang perokok, namun suatu ketika ia berbicara. “Berhenti merokok adalah hal termudah yang pernah aku lakukan. Aku mengetahui hal ini, karena aku telah melakukannya seribu kali”.

Nabi juga mengajarkan bahwa amal atau perbuatan baik yang dilakukan secara istikamah itu lebih baik meski sedikit. Daripada perbuatan baik yang tak dilakukan dengan keistikamahan meski hal itu besar.

Lebih jau dari itu, jika kita bisa membereskan kekacauan yang kecil, niscaya kita nanti akan bisa membereskan kekacauan yang lebih besar. Dan itu perlu pembiasaan. Seandainya kita melihat para pemimpin kita, wakil-wakil kita di DPR apakah mereka juga telah membiasakan hal-hal kecil yang baik, seperti merapikan kamarnya sendiri? Tak tahu. kan ada pembantu. Kalau ada pembantu kenapa dikerjaian sendiri. Kalau bisa dikerjain sendiri kenapa pake pembantu. ah mbulet.

Membiasakan kebiasaan yang baik, untuk benar-benar menjadi baik. Belajar merapikan kekacauan dari hal yang kecil. Agar terbiasa. Baiklah kalau begitu sekian saja.

/Ahmad Shobirin Obiyoso

Tidak ada komentar:

Posting Komentar